Saya mengenal
Lupus, buku bacaan yang sangat happening di
era 90-an dari kakak saya, Mba Dina. Saya dan dia terpaut 6 tahun.
Otomatis saat dia sudah di SMP, saya masih di bangku SD. SMP-nya adalah salah satu
yang terfavorit di Depok dengan koleksi literatur perpustakaannya yang beragam.
Salah satunya adalah koleksi buku Lupus karangan Hilman & Boim yang lumayan lengkap. Mba Dina
setiap minggu pasti meminjam 1-2 buku Lupus. Saya dengan bebas bisa ikutan baca. Dan
saya yang saat itu baru lancar membaca pun jadi tergila-gila sama Lupus.
Bagi generasi sekarang mungkin kurang familiar dengan keluarga
Lupus dibanding keluarganya Edward Cullen, si manusia vampir. FYI, Lupus Kecil dan
Lupus ABG itu tinggal bersama Lulu, Mami, dan Papi.
Selain itu dikelilingi teman-temannya yang ajaib macam Pepno, Andy, Iko Iko, dan
Happy. Kemudian Lupus yang semasa SMA sudah ditinggal oleh Papi, masih dikelilingi teman-temannya
yang juga engga kalah amazing seperti Boim,
Gusur, dan Anto. Lupus tuh terkenal banget dengan tebak-tebakannya yang biasanya kita hapal buat bahan main di sekolah.
Sebenarnya kehidupan
Lupus engga beda jauh dengan kehidupan kita sehari-hari. Masalah rumah tangga mulai dari Mami
yang susah banget bangunin pagi anak-anaknya buat ke sekolah, Papi yang
punya banyak trik buat tetap bisa hidup hemat (yang cenderung pelit :p),
berantem khas Kakak-Adik Lupus dan Lulu. Terus juga masalah ala anak-anak di sekolah
yang jadi menarik buat dibahas. Masih jauh lebih menarik dibandingkan gadget ataupun games yang jadi perhatian anak sekarang.
Sampai sekarang,
ternyata saya masih mengidolakan sosok Lupus. Tapi sayang buku Lupus
cetakan sekarang itu joke-nya direvisi sesuai jaman sekarang,
yang menurut saya sudah beda sense of humor-nya.
Mungkin ini yang namanya ada gap generasi. Hahahaa… Ketauan deh :D
Saya akhirnya mengenal Lupus versi yang lain. Pun masih dari sumber yang sama, yaitu Mba Dina. Dia kena penyakit yang masih langka dengan nama yang masih sama, Lupus. Sudah pernah dengar belum? Lupus adalah penyakit autoimun atau istilah yang digunakan saat sistem kekebalan tubuh malah menyerang tubuhnya sendiri. Penyebab penyakit ini masih belum dapat diketahui dengan pasti. Saya pun baru mulai browsing saat Mba Dina di vonis kena Lupus setelah beberapa tahun sebelumnya didiagnosa dengan berbagai penyakit yang selalu berbeda, mulai dari sindrom nefrotik karena adanya kelainan di ginjal di tahun 2010.
Sempat juga ada semacam kelainan di kulit, seperti ruam-ruam di kulit. Mba Dina dilarang terkena paparan sinar matahari langsung. Hingga akhirnya Mba Dina resign dari kegiatan mengajarnya. Bahkan untuk keluar rumah pun ada waktunya, yaitu pengecualian di siang hari saat matahari sedang centil-centilnya. Selain itu, harus ada penutup kulit lain. Walaupun sudah memakai jilbab, harus pula ditambah dengan payung, jaket atau masker.
Setelah menjalani
proses pengobatan yang lumayan panjang, Mba Dina
terlihat sembuh dan bahkan hamil lagi di tahun 2012.
Tapi setelah melahirkan, ternyata penyakit Lupus belum juga bisa minggat dari tubuhnya. Proses pengobatan masih harus dilanjutkan lagi. Obat-obatan sudah menjadi makanan sehari-hari pendamping nasi dan teman-temannya. Kondisinya terus naik turun. Terakhir, organ yang diserang adalah tulang. Awalnya seperti nyeri sendi, sampai akhirnya kesulitan untuk berjalan. Tahun 2015 adalah masa-masa tersulit. Keluar-masuk rumah sakit, obat-obatan yang tambah banyak. Kondisinya makin melemah. Hingga akhirnya Mba Dina menghembuskan nafas terakhirnya pada 6 April 2015 di RS Fatmawati.
Tapi setelah melahirkan, ternyata penyakit Lupus belum juga bisa minggat dari tubuhnya. Proses pengobatan masih harus dilanjutkan lagi. Obat-obatan sudah menjadi makanan sehari-hari pendamping nasi dan teman-temannya. Kondisinya terus naik turun. Terakhir, organ yang diserang adalah tulang. Awalnya seperti nyeri sendi, sampai akhirnya kesulitan untuk berjalan. Tahun 2015 adalah masa-masa tersulit. Keluar-masuk rumah sakit, obat-obatan yang tambah banyak. Kondisinya makin melemah. Hingga akhirnya Mba Dina menghembuskan nafas terakhirnya pada 6 April 2015 di RS Fatmawati.
Selamat jalan Mba Dina…
Allah
lebih mencintaimu karenanya kau dipanggil lebih dahulu agar tidak lagi merasakan sakit
yang berkepanjangan.
Inna lillahi wainna ilaihi roji’un.
Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah kami kembali.
Innalilahi wainna ilaihi rojiun....
BalasHapusDulu pas d Jogja aku pernah ikut semunar ttg lupus dg penderita lupus. Tmnku ada yg terkena lupus.
.. :-(
Penyakit dgn seribu wajah katanya.
HapusMudah2an temennya dikuatkan ya. Info yg aku terima, memang lupus belum ada obatnya. Tapi yg penting tetep dijaga kondisi fisik & psikis si penderitanya.